
Eric Dunning dalam artikelnya di European Journal on Criminal Policy and Research yang berjudul Towards a Sociological Understanding of Football Hooliganism as a World Phenomenon menjelaskan bahwa hooliganisme adalah sebuah fenomena perilaku kekerasan yang sangat erat kaitannya dengan dunia sepak bola. Fenomena ini melibatkan berbagai bentuk konflik fisik antara kelompok-kelompok suporter yang saling bersaing, serangan langsung terhadap pemain dari tim lawan, serta tindakan vandalisme terhadap fasilitas dan properti klub lawan. Istilah hooliganisme sering kali dikaitkan dengan perilaku suporter sepak bola Inggris, yang dikenal luas dengan reputasi mereka dalam melakukan tindakan kekerasan. Di benua Eropa, hooliganisme telah berkembang menjadi masalah yang sangat serius selama berlangsungnya pertandingan sepak bola. Salah satu insiden yang paling terkenal dan mengerikan terjadi ketika suporter Liverpool melakukan serangan brutal terhadap suporter Juventus dalam pertandingan Piala Champions pada tahun 1985. Tragedi ini berlangsung di Stadion Heysel yang terletak di Brussel, Belgia, pada bulan Mei 1985. Insiden tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Tragedi Heysel dan menjadi contoh nyata kebrutalan suporter di Eropa. Kemenangan 1-0 yang diraih oleh Juventus harus dibayar mahal dengan kehilangan nyawa 39 penggemar Juventus dan melukai puluhan penonton lainnya yang hadir saat itu.

Sepak bola juga berfungsi sebagai simbol penting ekspresi identitas serta perlawanan nasional selama Perang Balkan, ketika Kroasia berjuang untuk memperoleh kemerdekaan dari Yugoslavia yang didominasi Serbia pada awal 1990-an. Ini merupakan bukti kuat mengenai hubungan erat antara sepak bola dan gerakan perlawanan politik yang terjadi pada masa itu. Salah satu peristiwa yang paling signifikan yang menandai dimulainya perang kemerdekaan Kroasia adalah pertandingan besar antara Dinamo Zagreb, yang menjadi representasi Kroasia, dan Red Star Beograd, yang mewakili Serbia. Pertandingan Liga Yugoslavia pada tahun 1990 itu berakhir dengan kekerasan ketika Zvonimir Boban, pemain dari Kroasia, menendang seorang polisi Yugoslavia dari Serbia. Aksi Boban tersebut dianggap sebagai “proklamasi” kemerdekaan Kroasia, yang memicu perang brutal di semenanjung Balkan. Peran sepak bola dalam gerakan perlawanan ini semakin nyata ketika para pendukung dari dua klub besar Kroasia, yaitu Bad Blue Boys yang merupakan pendukung Dinamo Zagreb dan Torcida yang mendukung Hajduk Split, bergabung dalam barisan milisi Kroasia untuk melawan kekuatan Serbia yang memiliki persenjataan warisan Yugoslavia. Militansi dari kelompok suporter ini diabadikan dalam sebuah monumen yang mencatat nama-nama anggota milisi mereka yang telah gugur dalam pertempuran di medan perang Balkan.

Green Street Hooligan menggambarkan kehidupan sekelompok pendukung fanatik klub sepak bola di Inggris. Kelompok ini memperlihatkan dinamika yang sangat mendalam, di mana mereka bersedia melakukan apa pun demi mendukung tim kesayangan mereka. Meskipun mereka bukanlah pendukung dari tim yang berada di papan atas, kesetiaan mereka tak tergoyahkan, dan mereka siap mengorbankan segalanya, termasuk nyawa mereka sendiri, demi membela kehormatan tim yang mereka cintai.
Ultras adalah fenomena yang sangat unik di Italia, mencerminkan tidak hanya masyarakat Italia tetapi juga identitas calcio yang khas. Seperti halnya kualitas Serie A yang selalu menjadi pusat perhatian dalam dunia sepakbola dan strategi permainan catenaccio yang telah menginspirasi banyak pelatih di seluruh dunia, kelompok Ultras telah menjadi contoh dan referensi penting bagi para penggemar sepakbola di berbagai negara. Fenomena ini menunjukkan bagaimana budaya sepakbola di Italia memiliki daya tarik yang kuat dan pengaruh yang luas, menjadikannya sebagai model bagi komunitas suporter global.

Tidak bisa disangkal bahwa kreativitas suporter di Indonesia sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya suporter dari berbagai penjuru dunia, seperti Barras Bravas dari Argentina dan beberapa bagian Amerika Latin, Roligan dari Denmark, Tartan Army dari Skotlandia, serta tentunya Italian Ultras. Meski terinspirasi dari luar negeri, para suporter ini mengembangkan kreasi mereka dengan menonjolkan unsur-unsur budaya lokal yang khas. Aristoteles, seorang filsuf Yunani pada abad ke-4 SM, menyebut manusia sebagai zoon politicon, yang berarti makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari masyarakatnya. Sebagai makhluk yang kompleks, manusia selalu berusaha menjalin keterhubungan dengan kelompok atau individu lain dalam kelompok tersebut. Pembentukan kesatuan dalam sebuah kelompok dimulai dari ketertarikan terhadap kelompok serta anggotanya, diikuti dengan interaksi sosial dan tujuan pribadi yang saling bergantung. Akhirnya, dinamika yang terjadi di lapangan mengembangkan perilaku kelompok yang konsisten, menjaga keanggotaan, dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok. Suporter sepak bola menunjukkan kesetiaan yang kuat kepada kelompoknya dalam mendukung tim kebanggaan mereka.
rFLiovQ GwKw fxC
hFV MhnerH frMjqFR
OFF dOjKGUw NVm xgLsf WLQU